Survei terbaru yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) seakan semakin menegaskan Jokowi lelet, seperti sebelumnya dilansir banyak pihak. Dalam survei bertajuk “Kondisi Hukum setelah Kasus BG”, LSI memperoleh hasil 55,65% publik menyatakan Jokowi lamban dan kurang tegas dalam mengambil sikap soal polemik KPK vs Polri. Hanya 33,87% yang menyatakan sebaliknya, yaitu cukup tegas dan cepat dalam mengambil sikap.
“Presiden Jokowi dinilai lamban. Sejak awal kasus KPK vs Polri, publik telah berharap Presiden Jokowi bersikap tegas dan meredam konflik antara kedua institusi tersebut,” kata peneliti LSI Rully Akbar di kantornya, Jakarta, Selasa 24 Februari 2015.
Ketika Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan (BG) ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jokowi justru mengungkap ke publik bahwa dirinya hanya menunda pelantikan BG sebagai Kapolri, bukan membatalkan.
“Sikap Jokowi ini memperoleh respons negatif publik. Publik menilai Presiden Jokowi melanggar komitmennya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih,” ujar Rully.
LSI melakukan survei ini pada 20-22 Februari 2015 di 33 provinsi Indonesia. Survei menggunakan multistage random sampling dalam menarik sampel sebanyak 1.200 responden. Margin of error-nya 2,9%.
Pada 5 Februari lalu, tokoh-tokoh lintas agama berkumpul untuk menyatakan keperihatinan mereka terhadap situasi dan politik yang berkembang di Tanah Air, khususnya soal kisruh KPK- Polri. Dalam pertemuan yang digelar di Kantor Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU), Jakarta, itu, Ketua PBNU Said Aqil Siradj menyatakan Jokowi harus mengambil sikap tegas untuk menyelesaikan persoalan KPK dan Polri.
Rakyat membutuhkan sikap tegas dan cepat Jokowi karena Jokowi merupakan pemimpin bangsa. Ketegasan Jokowi, tambah Said, akan memberikan contoh moral dan teladan yang baik bagi pemimpin bangsa.
“Maka, kami harapkan ketegasan dari presiden dan jangan ragu-ragu dan jangan masih menunggu mengulur waktu mengambil keputusan yang tegas. Sikap itu berangkat dari ketulusan hati nurani, bukan dari kepentingan siapa pun,”ujar Said.
Meski pencalonan Kepala Polri masih dalam proses hukum, lanjutnya, Jokowi harus mengambil sikap sesegera mungkin. Selama ini, tokoh agama dan kepercayaan menilai Jokowi masih kurang cepat dalam menentukan sikap terkait kekisruhan dua lembaga penegak hukum tersebut.
“Seperti pencalonan Kapolri yang ada ini, walaupun masih belum jelas kondisi hukumnya dan masih proses, sudah kehilangan kredibilitas di masyarakat,” tutur Said.
Seharus sebelumnya, 4 Februari, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra lewat Twitter juga menilai pemerintah terlalu lama menanggapi pro-kontra pelantikan BG sebagai Kapolri.
“Koordinasikan pemberian penjelasan, jangan simpang siur. Pemerintah harus punya satu bahasa dan satu penjelasan,” tulis Yusril.
Menurut Yusril, setelah keputusan sidang FIT and proper test calon Kapolri di DPR, pemerintah harus segera mengambil keputusan soal nasib BG.
“Jangan tunda-tunda menyelesaikan suatu masalah, apalagi membiarkannya. Setelah ambil keputusan, jelaskan segala sesuatunya dengan terang kepada rakyat dalam bahasa yang dapat dimengerti semua orang,” katanya.
Yusril juga mengeluarkan tamsil; “Ibarat kata pepatah, segera padamkan api, jangan biarkan membesar sehingga berubah menjadi kebakaran yang sulit dikendalikan,” tuturnya. [pn]
“Presiden Jokowi dinilai lamban. Sejak awal kasus KPK vs Polri, publik telah berharap Presiden Jokowi bersikap tegas dan meredam konflik antara kedua institusi tersebut,” kata peneliti LSI Rully Akbar di kantornya, Jakarta, Selasa 24 Februari 2015.
Ketika Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan (BG) ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jokowi justru mengungkap ke publik bahwa dirinya hanya menunda pelantikan BG sebagai Kapolri, bukan membatalkan.
“Sikap Jokowi ini memperoleh respons negatif publik. Publik menilai Presiden Jokowi melanggar komitmennya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih,” ujar Rully.
LSI melakukan survei ini pada 20-22 Februari 2015 di 33 provinsi Indonesia. Survei menggunakan multistage random sampling dalam menarik sampel sebanyak 1.200 responden. Margin of error-nya 2,9%.
Pada 5 Februari lalu, tokoh-tokoh lintas agama berkumpul untuk menyatakan keperihatinan mereka terhadap situasi dan politik yang berkembang di Tanah Air, khususnya soal kisruh KPK- Polri. Dalam pertemuan yang digelar di Kantor Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU), Jakarta, itu, Ketua PBNU Said Aqil Siradj menyatakan Jokowi harus mengambil sikap tegas untuk menyelesaikan persoalan KPK dan Polri.
Rakyat membutuhkan sikap tegas dan cepat Jokowi karena Jokowi merupakan pemimpin bangsa. Ketegasan Jokowi, tambah Said, akan memberikan contoh moral dan teladan yang baik bagi pemimpin bangsa.
“Maka, kami harapkan ketegasan dari presiden dan jangan ragu-ragu dan jangan masih menunggu mengulur waktu mengambil keputusan yang tegas. Sikap itu berangkat dari ketulusan hati nurani, bukan dari kepentingan siapa pun,”ujar Said.
Meski pencalonan Kepala Polri masih dalam proses hukum, lanjutnya, Jokowi harus mengambil sikap sesegera mungkin. Selama ini, tokoh agama dan kepercayaan menilai Jokowi masih kurang cepat dalam menentukan sikap terkait kekisruhan dua lembaga penegak hukum tersebut.
“Seperti pencalonan Kapolri yang ada ini, walaupun masih belum jelas kondisi hukumnya dan masih proses, sudah kehilangan kredibilitas di masyarakat,” tutur Said.
Seharus sebelumnya, 4 Februari, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra lewat Twitter juga menilai pemerintah terlalu lama menanggapi pro-kontra pelantikan BG sebagai Kapolri.
“Koordinasikan pemberian penjelasan, jangan simpang siur. Pemerintah harus punya satu bahasa dan satu penjelasan,” tulis Yusril.
Menurut Yusril, setelah keputusan sidang FIT and proper test calon Kapolri di DPR, pemerintah harus segera mengambil keputusan soal nasib BG.
“Jangan tunda-tunda menyelesaikan suatu masalah, apalagi membiarkannya. Setelah ambil keputusan, jelaskan segala sesuatunya dengan terang kepada rakyat dalam bahasa yang dapat dimengerti semua orang,” katanya.
Yusril juga mengeluarkan tamsil; “Ibarat kata pepatah, segera padamkan api, jangan biarkan membesar sehingga berubah menjadi kebakaran yang sulit dikendalikan,” tuturnya. [pn]
0 Response to "[Survey Terbaru LSI] 55,65 Persen Responden Menyatakan Jokowi Lelet"
Posting Komentar