Akibat Phobia Islam di Pilpres, Romo Magnis Sekarang 'Sesali' Jokowi


Dulu waktu Pilpres 2014, Romo Frans Magnis Suseno, yang taklain adalah rohaniawan Katolik dan guru besar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, mengeluarkan surat terbuka.

Isi surat terbuka yang dipublis berbagai media ini menuding adanya Islam garis keras yang mendukung Prabowo. Oleh karenanya, Romo Magnis memberi 'warning' untuk tidak memilih Prabowo.

Sekarang, setelah Jokowi yang 'menang' dan jadi presiden, Romo Magnis mengungkapkan kekecewaannya. "Romo Magnis: Pemerintah Tidak Hanya Lemah, tetapi Juga Tidak Kompeten" begitu judul berita yang dipublis KOMPAS, Rabu (13/5/2015).

Setelah enam bulan berjalan, pemerintahan Presiden Joko Widodo- Wakil Presiden Jusuf Kalla dinilai menunjukkan performa yang lemah. Pakar etika politik dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Franz Magnis Suseno mengatakan, pemerintah tidak hanya lemah, namun juga tidak kompeten.

Pemerintah dinilai Romo Magnis tidak memiliki kesadaran bahwa kasus korupsi sudah menjadi persoalan mendasar dalam negeri.

"Kesan saya bahwa pemerintah tidak hanya lemah tetapi juga tidak kompeten, tidak menunjukkan suatu kesadaran, blusukan saja seakan-akan semuanya normal. Tidak ada suatu perasaan kaget bahwa korupsi itu jalan terus, kelemahan pemerintah serius untuk negara ini," kata Romo Magnis di Jakarta, Rabu (13/5/2015).

Menurut Romo Magnis, suatu negara yang sudah mantap sistem pemerintahannya tidak akan terlalu sakit jika pemimpinnya lemah. Oleh karena itu, Indonesia saat ini membutuhkan kepemimpinan yang mantap karena sistemnya belum kuat berjalan.


Demikian dikutip dari KOMPAS.

Begitulah kalau phobia dijadikan sebagai landasan menentukan pilihan di Pilpres. Gara-gara phobia dengan Islam, maka rasionalitas dan objektivitas akan kapasitas calon pemimpin jadi kabur.

Berikut kutipan Surat Terbuka Romo Magnis seperti dimuat Republika pada 2 Juli 2014.

Saudara-saudari,

Pertama, saya mohon maaf kalau kiriman ini yang jelas berpihak, tidak berkenan, apalagi di masa puasa. Namun beberapa hari sebelum pilpres saya merasa terdorong sharing kekhawatiran saya.

Saya mau menjelaskan dengan terus terang mengapa saya tidak mungkin memberi suara saya kepada Bapak Prabowo Subiyanto. Masalah saya bukan dalam program Prabowo.

Saya tidak meragukan bahwa Pak Prabowo, sama seperti Pak Joko Widodo, mau menyelamatkan bangsa Indonesia. Saya tidak meragukan bahwa ia mau mendasarkan diri pada Pancasila. Saya tidak menuduh Beliau antipluralis. Saya tidak meragukan iktikat baik Prabowo sendiri.

Yang bikin saya khawatir adalah lingkungannya. Kok Prabowo sekarang sepertinya menjadi tumpuan pihak Islam garis keras. Seakan-akan apa yang sampai sekarang tidak berhasil mereka peroleh mereka harapkan bisa berhasil diperoleh andaikata saja Prabowo menjadi presiden?

Adalah Amien Rais yang membuat jelas yang dirasakan oleh garis keras itu: Ia secara eksplisit menempatkan kontes Prabowo – Jokowi dalam konteks perang Badar, yang tak lain adalah perang suci Nabi Muhammad melawan kafir dari Makkah yang menyerang ke Madinah mau menghancurkan umat Islam yang masih kecil! Itulah bukan slip of the tongue Amien Rais, memang itulah bagaimana mereka melihat pemilihan presiden mendatang.

Mereka melihat Prabowo sebagai panglima dalam perang melawan kafir. Entah Prabowo sendiri menghendakinya atau tidak. Dilaporkan ada masjid-masjid di mana dikhotbahkan bahwa coblos Jokowi adalah haram. Bukan hanya PKS dan PPP yang merangkul Prabowo, FPI saja merangkul.

Mengapa? Saya bertanya: Kalau Prabowo nanti menjadi presiden karena dukungan pihak-pihak garis keras itu: Bukankah akan tiba pay-back-time, bukankah akan tiba saatnya di mana ia harus bayar kembali hutang itu? Bukankah rangkulan itu berarti bahwa Prabowo sudah tersandera oleh kelompok-kelompok garis keras itu?


(Selengkapnya: http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/07/02/n82pt1-ini-surat-romo-magnis-soal-prabowo-islam-garis-keras-dan-amien-rais)


0 Response to "Akibat Phobia Islam di Pilpres, Romo Magnis Sekarang 'Sesali' Jokowi"

Posting Komentar